Sabtu, 14 Mei 2011

makalah semiotika kajian puisi

KAJIAN SEMIOTIK TERHADAP PUISI
“SURAT DARI IBU” ASRUL SANI

OLEH
KELOMPOK IX


AHMAD RADI 3061011006
ANITA PUSPITA SARI 3061011004
NURAINA 3061011048
KAMARIAH 3061011050












PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA DAN DAERAH
KELAS IIA PAGI
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA
(STKIP PGRI) BANJARMASIN
2011
KATA PENGANTAR


Puji Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa karena berkat rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Kajian Semiotik Terhadap Puisi “Surat Dari Ibu” Asrul Sani. Makalah ini di ajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah semiotika.
Andaikata dalam makalah ini ada kekurangan, semua itu tidak lain karena keterbatasan kami selaku penulis. Untuk itu, kritik dan saran pembaca demi kesempurnaan makalah ini kami harapkan. Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan sesuai dengan waktunya. Semoga makalah ini memberikan informasi bagi mahasiswa/i dan bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Banjarmasin, April 2011


Penulis






DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I : PENDAHULUAN 1
1. Latar Belakang 1
2. Tujuan 1
3. Manfaat 1
BAB II : PEMBAHASAN
1. Kajian Semiotik terhadap Puisi “Surat dari Ibu” Asrul Sani 2
2. Pembahasan 2
2.1 Pembahasan Semiotik 3
2.2 Pembacaan Heuristik 3
2.3 Pembacaan Hermeneutik 4
2.4 Pemaknaan terhadap Puisi “Surat dari Ibu” Asrul Sani 7
BAB III : PENUTUP 12
Simpulan 12
DAFTAR PUSTAKA 13
BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Semiotik merupakan ilmu yang mengkaji hal-hal yang berkaitan dengan komunikasi dan ekspresi. Sehubungan dengan sastra, semiotik secara khusus mengkaji karya sastra (termasuk puisi) yang dipandang memiliki sistem tersendiri.
B. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1. Mengetahui dan Memahami kajian semiotik terhadap puisi “Surat dari Ibu” Asrul Sani.
2. Memenuhi tugas mata semiotika.
C. Manfaat
Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami bagaimana melakukan kajian semiotika terhadap puisi.

BAB II
PEMBAHASAN


1. Kajian Semiotik terhadap Puisi “ Surat dari Ibu” Asrul Sani
SURAT DARI IBU
Pergi ke dunia luas, anakku sayang
pergi kedunia bebas!
Selama angin masih angin buritan
dan matahari pagi menyinar daun-daunan
dalam rimba dan dang hijau

Pergi ke laut lepas, anakku sayang
pergi ke alam bebas!
Selama hari belum petang
dan warna senja belum kemerah-merahan
menutup pintu waktu lampau

Jika bayang telah pudar
dan elang laut pulang ke sarang
angin bertiup ke benua
Tiang-tiang akan kering sendiri
dan nahkoda sudah tahu pedoman
boleh engkau datang padaku!

Kembali pulang, anakku sayang
kembali ke balik malam!
Jika kapalmu telah rapat ke tepi kita akan bercerita
“tentang cinta dan hidupmu pagi hari”
(Asrul Sani, 1987:400-401)
2. Pembahasan
2.1 Pembahasan Semiotik
Untuk dapat memberi makna sajak secara struktural semiotik, pertama kali dapat dilakukan dengan pembacaan heuristik dan hermeneutik (atau retroaktif) (Riffaterre, 1978: 5-6).
2.2 Pembacaan Heuristik
Dalam pembacaan heuristik puisi dibaca berdasarkan struktur kebahasaannya. Untuk memperjelas arti pada puisi, bila perlu dapat diberi sisipan kata atau sinonim kata yang ada puisi tersebut dengan cara kata-kata yang dsisipkan ditaruh dalam tanda kurung. Begitu pula dengan struktur kalimatnya, disesuaikan dengan kalimat baku, dan bila perlu susunannya dapat dibalik untuk memperjelas arti. Pembacaan heuristik terhadap puisi “Surat dari Ibu” karya Asrul Sani dapat dilakukan sebagai berikut:


Bait kesatu
Pergi (-lah engkau) ke dunia luas, anakku sayang. Pergi (-lah engkau) ke dunia bebas! Selama angin (kini) masih angin buritan (angin pada bagian belakang kapal), dan matahari (masih) pagi (cahayanya dapat) menyinar daun-daunan (agar segar) dalam rimba (hutan) dan padang hijau.
Bait kedua
Pergi (-lah engkau) ke laut lepas, anakku sayang. Pergi (-lah engkau) ke alam bebas! Selama hari (kini masih) belum petang, dan warna senja (masih) belum kemerah-merahan menutup pintu (pada) waktu lampau (pada masa lalu).
Bait ketiga
Jika bayang (-bayang) telah pudar, elang laut (telah) pulang ke sarang, angin (telah) bertiup ke benua, (kemudian) tiang-tiang (kapal) akan kering sendiri (karena faktor usia), dan nahkoda (kapal) sudah tahu pedoman (sudah tahu tujuan hidup), (maka) boleh (-lah) engkau datang (ke-) padaku!
Bait keempat
Kembali (-lah engkau) pulang, anakku sayang. Kembali (-lah engkau) ke balik malam! Jika kapalmu (jika engkau) telah (me-) rapat (pulang) ke tepi (ke tempat ibu), (maka) kita akan bercerita “tentang cinta dan hidupmu (pada) pagi hari”.


2.3 Pembacaan Hermeneutik
Dalam pembacaan hermeneutik puisi dibaca berdasarkan konvensi sastranya. Pembacaan hermeneutik merupakan pembacaan ulang sesudah pembacaan heuristik dengan memberikan tafsiran berdasarkan konvensi sastra. Konvensi sastra itu, di antaranya yaitu konvensi ketaklangsungan ucapan (ekspresi) puisi. Ketaklangsungan ucapan (ekspresi) puisi. Ketaklangsungan ekspresi puisi dapat disebabkan oleh (1) penggantian arti, (2) penyimpangan arti, dan (3) penciptaan arti (Riffaterre, 1978:1-2; Pradopo, 2003:97).
Penggantian arti dapat disebabkan oleh penggunaan metafora dan metonimi. Penyimpangan arti dapat disebabkan oleh ambiguitas, kontradiksi, dan nonsense. Penciptaan arti dapat disebabkan oleh pemanfaatan bentuk visual seperti enjambemen, persajakan, homologues (persejajaran bentuk maupun baris, dan tipografi) (Pradopo, 2003:97).
Pembacaan hermeneutik terhadap puisi “Surat dari Ibu” karya Asrul Sani, terutama dilakukan terhadap bahwa bahasa kiasan, secara khusus metafora. Pembacaannya (tafsirannya), dapat dilakukan sebagai berikut:
Baik kesatu
Melalui suratnya seorang ibu berpesan kepada anaknya, pergilah engkau kedunia luas, ke dunia besar (umum) setelah engkau berada di dunia yang sempit (khusus) di lingkungan keluargamu, anakku sayang. pergilah engkau ke dunia bebas agar engkau dapat berbuat dan bertindak positif dengan lebih leluasa dalam rangka mengembangkan aktivitas dan kreativitasmu. Selama engkau masih energik, masih penuh semangat (angin masih angin buritan) untuk meraih cita-cita. Lebih-lebih karena engkau masih muda (matahari masih pagi), sehingga engkau secara maksimal dapat berbuat kebajikan seperti cahaya matahari yang menyinar daun-daunan agar menjadi segar dalam rimba (hutan) dan padang hijau. Bait kedua
Melalui suratnya seorang ibu juga berpesan kepada anaknya, pergilah engkau ke laut lepas, pergilah sejauh engkau mampu untuk meraih cita-citamu, anakku sayang. Pergilah engkau ke alam bebas, kemana saja engkau mau. Selama usiamu masih muda (selama hari kini masih belum petang) dan selama usiamu masih belum tua (warna senja masih belum kemerah-merahan) yang akan mengakhiri kehidupanmu (menutup pintu) pada waktu lampau (pada masa lalu).
Bait ketiga
Sang ibu juga berpesan, jika engkau sudah (mulai) tua (bayang-bayang telah pudar), jika engkau sudah kembali ke tempat ibu (elang laut telah pulang ke sarang), jika engkau sudah kembali ke tanah kelahiranmu (angin telah bertiup ke benua), jika engkau sudah matang (tiang-tiang kapal akan kering sendiri) karena faktor usia dan pengalaman, jika engkau (nahkoda kapal) sudah tahu tujuan hidup , dan jika engkau sudah berhasil meraih cita-cita (sudah tahu pedoman), maka kata ibunya bolehlah engkau datang kepadaku.
Bait keempat
Kemudian, sang ibu berpesan, kembalilah engkau kepada ibu (kembali pulang), anakku sayang. Kembalilah engkau ke balik malam. Kembalilah terutama jika engkau sudah (mulai) tua, jika engkau sudah matang, jika engkau sudah tahu tujuan hidup, dan jika engkau telah berhasil meraih cita-cita. Jika nanti engkau sudah berada bersama ibu (jika kapalmu telah merapat atau pulang ke tepi), maka kata ibunya kita akan bercerita tentang keluarga dan kehidupanmu yang engkau tempuh sejak engkau ketika masih muda berusaha meraih cita-cita hingga ketika sudah (mulai) tua berhasil menjadi insan yang mulia (“tentang cinta dan hidupmu pada pagi hari”).
2.4 Pemaknaan terhadap Puisi “Surat dari Ibu” Asrul Sani
Berdasarkan hasil pembacaan heuristik dan hermeneutik, dapat diketahui bagaimana makna puisi “Surat dari Ibu” karya Asrul Sani, terutama pada bahasa kiasan, secara khusus metafora. Pemaknaannya dapat dilakukan sebagai berikut:
Bait kesatu
“Dunia luas” adalah metafora yang mengiaskan dunia besar (umum) yang harus dimasuki oleh sang anak ketika sudah dewasa setelah dia berada di dunia yang sempit (khusus) di lingkungan keluarga. Melalui suratnya seorang ibu berpesan agar anaknya pergi ke dunia yang luas tersebut untuk hidup bermasyarakat dalam rangka mendewasakan diri hingga kelak dapat hidup secara mandiri atas usahanya dan berhasil meraih cita-cita. Selain “luas”, dunia yang tidak harus dimasuki sang anak juga “dunia bebas”; dunia yang tidak lagi terikat, sehingga sang anak dapat berbuat dan bertindak secara positif dengan lebih leluasa dalam rangka mengembangkan aktivitas dan kreativitasnya untuk meraih cita-cita.
“angin buritan” secara harfiah angin pada bagian belakang kapal (atau perahu), yang dapat mendorong kapal agar berlayar dengan kencang untuk mencapai tujuan. Metafora “angin buritan” dapat mengiaskan mengenai tenaga sang anak yang masih energik, masih penuh semangat, karena ia masih muda. Pada saat seperti itulah seyogianya sang anak mengarungi dunia yang luas dan bebas untuk meraih cita-cita. Hal tersebut juga didukung dengan metafora “matahari pagi” yang mengiaskan mengenai sesuatu yang masih muda sehubungan dengan usia sang anak. Ketika masih muda, sang anak diharapkan mampu berbuat secara maksimal dan mampu memberi kebajikan bagi siapa saja seperti matahari (pagi) yang cahayanya masih hangat dan mampu menyinar daun-daun agar menjadi segar baik yang ada di rimba maupun di padang hijau. Jadi, melalui suratnya sang ibu berpesan kepada anaknya ketika masih muda sang anak boleh pergi kemana saja dalam rangka meraih cita-cita. Kalau usia sudah tua, baru pergi meraih cita-cita, tentu saja terlambat.
Bait kedua
“Laut lepas” merupakan tengah laut yang jauh dari daratan. Metafora “laut lepas” dapat mengiaskan harapan sang ibu agar anaknya boleh pergi sejauh kemampuannya untuk meraih cita-cita. Selain “laut lepas” , sang anak juga diperbolehkan oleh sang ibu untuk pergi ke “alam bebas”. Metafora “alam bebas” mengandung makna mengenai ruang lingkup yang akan diarungi sang anak boleh lebih luas lagi dari “dunia luas” dan “laut bebas”, karena kata “alam” pada konteks tersebut tampaknya meliputi baik segala sesuatu yang ada di langit maupun yang ada di di bumi. Jadi, dalam rangka meraih cita-citanya, sang anak diperbolehkan oleh sang ibu untuk pergi kemana saja, tidak hanya ke “dunia luas” atau ke “laut bebas”, tetapi juga ke “alam bebas”.
Semua itu dipesankan oleh sang ibu kepada anaknya. Karena “hari belum petang”. Metafora “hari belum petang” mengandung makna mengenai usia sang anak yang belum tua yan g dikontraskan pada bait kesatu dengan “matahari pagi” yang berarti usia sang anak masih muda. Begitu pula dengan metafora “ warna senja belum kemerah-merahan”, juga mengandung makna mengenai usia sang anak yang belum tua. Ungkapan mengenai usia sang anak belum tua itu, didukung pula dengan metafora “menutup pintu waktu lampau” yang bermakna bahwa usia tua merupakan usia yang akan mengakhiri masa kehidupan. Jadi, melalui suratnya sang ibu berpesan bahwa anaknya boleh pergi kemana saja dalam rangka meraih cita-cita selama sang anak masih muda, sebelum usia tua, atau sebelum berakhir masa hidupnya.
Bait ketiga
“Bayang telah pudar” merupakan metafora yang berkaitan dengan usia sang anak, yaitu jika sang anak sudah (mulai) tua. “Elang laut pulang ke sarang” merupakan metafora yang berkaitan dengan kepulangan sang anak, yaitu jika sang anak sudah kembali ke tempat ibunya. “Angin bertiup ke benua” merupakan metafora yang juga berkaitan dengan kepulangan sang anak, yaitu jika sang anak sudah kembali ke tanah kelahirannya. “Tiang-tiang akan kering sendiri” merupakan metafora yang berkaitan dengan pengalaman sang anak, yaitu jika sang anak sudah matang. “Nahkoda sudah tahu pedoman” merupakan metafora yang berkaitan dengan pengetahuan dan cita-cita sang anak, yaitu jika sang anak sudah tahu tujuan hidup dan sudah meraih cita-cita. Jadi, jika usia sang anak sudah (mulai) tua, jika sang anak sudah kembali ke tempat ibunya, jika sang anak sudah kembali ke tanah kelahirannya, jika sang anak sudah matang, jika sang anak sudah tahu tujuan hidup, dan jika sang anak sudah berhasil meraih cita-cita, maka sang ibu memperbolehkan (mempersilahkan) sang anak datang kepadanya.
Bait keempat
“Balik malam” merupakan metafora yang mengandung makna mengenai segala sesuatu yang sudah lengkap. Dalam hal ini berkaitan dengan kelengkapan yang sudah ada pada sang anak, terutama usia sang anak yang sudah (mulai) tua, sudah matang, sudah tahu tujuan hidup, serta sudah meraih cita-cita. Maksudnya, sang ibu meminta anaknya untuk kembali kepada ibunya terutama jika sang anak sudah (mulai) tua, sudah matang, sudah tahu tujuan hidup, serta sudah berhasil meraih cita-cita. Lebih khusus jika “kapalmu telah rapat ke tepi”, metafora yang mengandung makna jika sang anak sudah berada bersama sang ibu.jika sang anak sudah berada bersama sang ibu, maka sang ibu meminta kepada anaknya untuk bercerita “tentang cinta dan hidupmu pagi hari”, yaitu tentang keluarga dan kehidupan sang anak yang ditempuhnya sejak sang anak ketika masih muda berusaha meraih cita-cita hingga ketika sudah (mulai) tua berhasil menjadi insan yang mulia.

BAB III
PENUTUP
Simpulan
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa puisi “Surat dari Ibu” karya Asrul Sani mengemukakan mengenai surat dari seorang ibu yang isinya berupa pesan sang ibu kepada anaknya yaitu ketika masih muda atau sebelum berakhir masa hidupnya boleh pergi kemana saja dalam rangka meraih cita-cita. Jika sang anak terutama sudah (mulai) tua, sudah matang, sudah tahu tujuan hidup, serta sudah berhasil meraih cita-cita, maka sang ibu memperbolehkan (mempersilahkan) sang anak datang kepadanya untuk bercerita tentang keluarga dan kehidupan sang anak yang ditempuhnya sejak sang ank ketika masih muda berusaha meraih cita-cita hingga ketika sudah (mulai) tua berhasil menjadi insan yang mulia. Secara tersirat puisi tersebut juga memiliki pesan, bagi seorang anak kalau sudah berhasil meraih cita-cita –sudah sukses –janganlah sekali-kali melupakan ibu, ayah, keluarga, atau siapa saja yang pernah berjasa kepadanya ketika meraih cita-cita.

DAFTAR PUSTAKA

Sani, Asrul. 1987. “Surat dari Ibu”. Dalam Linus Suryadi AG (editor). Tonggak: Antologi Puisi Indonesia Modern 1. Jakarta: Penerbit PT Gramedia.

Sulistyowati, Endang dan Tarman Effendi Tarsyad. 2010. Pengkajian Puisi: Teori dan Aplikasi. Banjarmasin: Tahura Media